Jumat, 06 Mei 2011

SAMBUTAN ISTIMEWA

Wisata Hati ------------> part 2


Pesawat landing sekitar jam 00.30 WSA , sementara selisih waktu Indonesian dengan Arab Saudi  4 jam lebih lambat dari WIB.

Jalan keluar antrian ada beberapa jalur yang  berbeda, seperti waktu pemberangkatan.
Aku terpaksa menyarankan anakku berhenti dahulu, menunggu ayahnya menurunkan barang dilocker cabin.
Kulihat dia berdiri di depan pintu disamping pramugari, menenteng kopernya. Pede abis, seperti anak sudah remaja, tak kulihat sedikitpun rasa ketakutan atau khawatir diwajahnya.

Aku menggandeng Ibu  menuju tangga turunan pesawat.
Tiba-tiba seorang laki-laki berkebangsaan Arab, menerobos antrian penumpang, tergopoh gopoh menuju anakku yang berdiri mematung. Dia kaget bukan kepalang, lelaki Arab itu menyalaminya, mengacak-acak rambutnya sembari tersenyum ramah mengucapkan selamat datang pada anakku. Sesekali keluar kata-kata Subhanallah...mengusap kepala anakku lagi...
Pramugari disamping anakku terbengong, begitu pula beberapa penumpang termasuk aku.

Dari awal pembekalan sudah terpatri anggapan bahwa 'warga arab terkenal tidak ramah terhadap tamu', padahal tamu-tamu melimpah mereka adalah pemasukan devisa yang besar bagi negaranya.
Seketika wajah anakku semringah senang, dia menjawab sehapalnya, ku dengar dia berucap "Alhamdulillah, ana bi khoir...".

Kutinggalkan dia yang kembali termangu menunggu sang ayah, aku menuruni tangga satu persatu sambil menuntun ibu.
Kembali pertolongan datang menghampiriku, salah seorang jamaah penumpang pesawat membantu membawakan salah satu koperku,rupaya dia melihat aku kerepotan menenteng koper sembari menuntun ibu.
Dia meletakkan koperku di bawah tangga pesawat.

Aku menunggu anak dan suamiku dibawah, mereka baru turun rupanya.
Bergegas aku naik tangga kembali mengambil koper bawaan anakku, kasihan dia lebih repot lagi mengangkat kopernya yag seberat koperku sendiri.

Ternyata benar, sambutan pegawai bandara mengejutkan kami yang lumayan masih mengantuk dan capek. Mereka menghardik kami untuk segera menaiki bus yang menunggu.
"Umroh!..Umroh!" teriak mereka sambil menghalau, layaknya gembala menghalau kambing-kambingnya.

Kantuk kami buyar seketika, kami tergopoh-gopoh menenteng bawaan kami masing-masing menuju bis yang sudah sesak penumpang.
Beruntung aku dan ibu masih kebagian tempat duduk. Yang lainnya berdiri sambil berpegangan pada tali-tali, persis dalam kereta-kereta di Jakarta.



Lumayan bingung, mengingat kami belum tahu, kemana bis ini menuju, sedangkan rombongan travel kami tercerai berai tidak karuan berada di bis yang sebelah mana.

Di kartu ID kami tertulis BUS 1, namun bis yang kami tumpangi tanpa nomor!.
Tak ayal lagi kami mengikuti saja arah bis melaju. Ternyata semua bis itu membawa kami ke pintu pemeriksaan keimigrasian.

Duuuh...bener-bener setengah sadar rupanya....
Bukankah biasanya memang begitu?..dari tangga pesawat disambut bis bandara dulu menuju gerbang transit atau pengambilan bagasi...he he....panik!

Bandara Jeddah sangat luas
Kami berjalan lumayan jauh menuju gerbang pemeriksaan, tak ada eskalator datar layaknya di Soeta, Benar seperti gambaran sewaktu pembekalan, fisik harus kuat selama di negara Unta itu.
Banyak jama'ah yang renta, mereka sama-sama menyeret kopernya, lelah dan kusut sama juga tergambar di wajah tuanya, duuuh...aku masih jauh lebih muda dari mereka, semangatku harusnya lebih menyala!

Antrian panjang puluhan banyaknya dipagi buta itu, mereka memegang paspor ditangan masing-masing. Jadi ingat saat Iedul Qurban, antri dengan memegang kupon pengambilan jatah daging di tangan.^-^
Dipesankan oleh petugas travel, agar yang dimahramkan dan mahramnya berdiri berurutan, supaya petugas lebih mudah mengeceknya.

Bapak mertuaku memakai kursi roda, saat turun dari pesawat dan diserahkan petugas Garuda pada suamiku,
Sempat ada keributan kecil antara pencari upah dorong kereta. Mereka berebut mendorong kursi Bapak. Bahasanya Arab banget, aku tak memahami sedikitpun ucapan mereka, mungkin kesimpulannya,,ya... berebut mendorong! ha ha.....

Akhirnya seorang berperawakan kecil, negro, bukan penduduk Arab asli yang mendorongnya. Lumayan ramah orangnya dibanding yang lainnya, maka aku berkeras memilihnya.

Antrian kursi roda didahulukan diperiksa, orang negro itu membawa paspor baapak, suamiku mengikutinya dibelakang, mereka lolos duluan dari antrian panjang. Tinggal kami bertiga menunggu dan berdiri mematung...


Saat menunggu itu, anakku diajak foto bareng satu keluarga, entah dari travel mana, aku tidak mengingatnya, katanya wajahnya mirip cucunya di tanah air.

"Kok aku jadi terkenal disini Ma....?" katanya kege-eran...

Kucium keningnya,
Alhamdulillah sejauh ini dia tak nampak lelah.....

Hampir sejam lamanya proses mengantri pemeriksaan itu, para petugas malah asik mengobrol, minum teh atau kopi, padahal kami semua sudah kelelahan berdiri mengantri.

Setelah selesai, kami berjalan keluar gerbang pemeriksaan, masih tak tau arah....namun lumayan, kami bertemu dengan beberapa jama'ah Tazkia yang lain.


Setelah ratusan meter, kami dicegat petugas yang meneriakkan kata "Tazkia!...Tazkia!"...
Kami menurut saja menuju arah yang ditunjukkan orang-orang itu. Wajah-wajah kami terlihat dungu, tak faham apa yang mereka katakan.

Sempat menggerutu juga sih, menanyakan pembimbing yang seharusnya memandu kami, rupanya mereka masih disibukkan dengan bagasi yang jumlahnya banyak sekali.

Kami digiring di tempat menunggu, berisi bangku bangku.
Ada beberapa orang Arab yang menawari sesuatu, aku nggak tahu maksudnya. sepertinya menawari taksi...kayaknya sih...he he..

Ada juga yang menawari no perdana Arab, aku tahu karena mereka menunjukkan kartu perdananya..^-^
Aku sudah membelinya sebiji pada Bu Ismet sewaktu di Bandara Soeta.


Tiba-tiba ada seseorang berwajah arab menyapa kami dengan ramah, "Mau umroh Pak?"

"Iya...anda orang mana?" serasa menemukan dewa penolong pagi itu.

"Saya lama tinggal di Indonesia, saya pakai bahasa Indonesia", jawabnya dengan ramah.

Kesempatan itu kupakai untuk menanyakan beberapa kata yang sulit kucerna sepanjang perjalanan di lorong bandara tadi.
Aku membawa buku praktis percakapan bahasa Arab, namun karena dialeknya terlalu cepat dan kedengarannya juga tidak sama persis.

"Mau tanya, tadi orang-orang itu ngomong apa sih? artinya dalam bahasa Indonesia, maksudku?"

Jawabannya membuatku tertawa,

"Saya tidak bisa bahasa Arab!", sambil tersenyum dia menambahkan,
"Saya keturunan Arab tapi sama sekali tidak bisa bahasa Arab"

Negro yang tadinya hanya diam, ikut-ikutan menimbrung dengan mengatakan sesuatu, lebih mirip bahasa Inggris, aku menyapanya dengan bahasaku yang juga payah, "Can you speak in English?"

Dia menggeleng,bukannya dia menjawab 'tidak bisa', namun lebih mengisyaratkan dia tak mengerti apa yang baru saja aku katakan.

Waduuuh....^-^

Akhirnya kami hanya mengandalkan bahasa isyarat.

Tak berapa lama bagasi kami muncul didorong oleh banyak petugas.
Dipandu seorang pembimbing dan seorang warga Indonesia yang tinggal di Arab, belakangan aku tahu, mereka (karena nanti juga muncul beberapa orang menyambut kedatangan kami) adalah pegawai Tazkia yang melayani jama'ah selama di Arab.

Kami harus memeriksa satu  persatu barang bawaan, mumpung masih di bandara, siapa tahu masih ada yang belum keangkut.



Setelah selesai, kami berjalan jauh kembali menuju luar bandara, dimana bis kami menunggu. Terseok-seok semuanya berjalan kelelahan, tua, dewasa dan anak-anaknya, kami saling memberi semangat...

"Ayo Pak...Ayo Bu...!..." ^-^...

Mereka tampak senang, kami sudah sampai ditempat tujuan, negara yang kami impi-impikan.

Aku menyebutnya sebagai negara tujuan pertama jika aku berkesempatan keluar negri, akhirnya mimpiku terwujud hari ini, dipagi buta ini.

Tak ada alasan lagi untuk tidak bersemangat!


Kami akhirnya menemukan BUS 1, petunjuk yang tertera di kartu ID yang setia melingkar di leherku. Rombongan kami terbagi menjadi dua bus, aku sekeluarga menempati bus 1.

Perjalanan dari bandara menuju Madinah ternyata cukup jauh, memerlukan waktu 5 jam !
Kami dipersilahkan melanjutkan istirahat, namun sebelumnya kami sudah disodori sekotak nasi berjudul Rumah Makan Sate. Hiks..isinya ayam panggang! lumayan...ala Indonesia, bumbunya juga benar bumbu Indonesia, hanya saja posrinya ala Arab...melimpah!.
Padahal sejam sebelum turun pesawat kami sudah disuguhi makan dini hari...^-^

Aku memilih melanjutkan tidur, toh perjalanan masih panjang menuju kota Madinah.

Didalam bis muncul anak-anak muda, mereka yang kusebut pagawai Tazkia di Arab Saudi, mereka kebanyakan para mahasiswa yang menyelesaikan kuliahnya sambil bekerja, mereka memperkenalkan diri sebagai para Muthowif, Ust Riyan, Ust Azzim dan dua orang lagi di bus ke 2.

Samar-samar mereka menjelaskan beberapa hal yang tak jelas, maklum aku sedang setengah sadar melanjutkan mimpiku.

Yang kuingat bis sempat diberhentikan petugas, mereka memeriksa bagasi, lumayan lama prosesnya, setiap tas bawaan digeledah satu persatu.
Aku tertidur kembali setelah itu.......zzzzzzz, rupanya anakku juga terlelap disampingku.

Tidur dulu yach....

Tidak ada komentar: