Senin, 24 Juli 2017

KISTA ENDOMETRIOSIS

Hari Rabo 19 Juli 2017 kemarin bulat kuputuskan menuju rumah sakit Putra Dalima, jam 16.00 jadwal sudah dibuatkan pihak rumah sakit agar aku segera masuk kamar perawatan.

Heran juga, kenapa aku bisa setenang ini, pasrah dan ingin segera cepat terbebas dari kista coklat yang sudah 2 tahun lebih bersarang di perutku.
Tak ada keluhan berat sebenarnya, hanya perutku terlihat njendil, he he. .
Aku terhitung langsing, namun dengan ukuran perut tak proporsional. maka terlihat kurang bagus dilihat.

Terakhir memang aku merasakan sering buang air kecil, namun aku curiga bibit keturunan diabeteslah mungkin yang sedang menghampiriku, maka aku selalu mengkonsumsi minyak zaitun.
Belakangan, baru aku tahu, akibat membesarnya kista itulah yang menekan kandung kemihku sehingga sering buang air kecil.

Tensiku diawal kedatanganku 140/90, sedikit tegang dan capek mempersiapkan keberangkatan ke rumah sakit. Mencuci baju, beres-beres rumah dan menyiapkan sekedar lauk siap masak buat anak dan suamiku jika pulang ke rumah. Planing kami adalah hanya bertiga yang  tinggal di kamar rumah sakit. Suami dan anak lakiku bergantian berada di rumah, memberi makan lobster.
Kebetulan ada sofa panjang lipat yang cukup buat tidur berdua.

Jadwal operasi dilakukan hari kamis pagi sekitar jam 10 an. Pemasangan infus baru dilakukan kamis pagi, praktis rabo sore sampe kamis pagi kami hanya ikut bermalam saja di rumah sakit.

Tensiku masih tetep normal, 120/80 sampai menjelang operasi dilakukan, alhamdulillah. . walaupun terpaksa ada dua tusukan jarum di tangan kanan dan kiriku, hiks. . ngilu. .
Awalnya infus dipasang di tangan kanan, karena aku kaget dan tegang, darah mengucur dan langsung membengkak, terpaksa di hentikan, infus berpindah tangan ke sebelah kiri.
Karena tak ingin ditusuk ke tiga kali, aku menyerah, memaksakan diri untuk setenang mungkin, dan akhirnya berhasil.

Jam 9.45 aku dijemput perawat ke ruang operasi, berrjalan kaki tentunya, karena aku masih sehat-sehat saja. Di ruang tunggu kamar operasi aku masih terlihat tenang, sampai dokter juga heran, kok aku bisa setenang itu.
Tepat jam 10.00 aku mulai dibius lokal. Prosesnya sederhana, hanya di suruh memeluk bantal di perut, dr anestesi menusukkan jarum bius ke salah satu ruas tulang belakangku, rasanya seperti ada tonjokan lembut di perutku.
Masih kulihat suster memasang beberapa alat di sekujur tubuhku, perutku mulai ditempeli sesuatu, pisau operasi mungkin. . he he. .Setelah itu aku benar-benar terlelap, tanpa mimpi.

Sekitar jam 11.30 an aku mendengar suster mengatakan, "Operasi sudah selesai, Bu. ."
Alhamdulillah. . selang oksigen dan peralatan lain sudah terlepas, tinggal selang infus dan kateter.
Pemulihan sekitar setengah jam an lebih, itupun aku merasa terabaikan, sepertinya aku ditinggal makan siang oleh mereka, aku sendirian di ruangan tunggu operasi, sempat terbersit niatku menggedor dinding, memanggil mereka, aku menyangka mereka melupakan aku masih berada di kamar operasi.

Jam 12.30 suster membawaku kembali ke kamar, kondisiku masih sadar tanpa rasa sakit sedikitpun, hmmm kok enak ternyata ya. .

Dokter sempat memberiku pesan agar aku sesegera mungkin memijat perutku bagian atas dengan teknik gerakan yang sudah di ajarkan, mengurangi rasa sakit katanya.
Sesegera mungkin kupraktekkan, benar saja, dua jam kemudian aku mulai merasakan sakit yang luar biasa. Keringat dingin sebesar jagung membasahi sekujur tubuhku, bantal dan selimut sampai basah kuyup.
Suami dan anakku bergantian memijat lembut perutku, sementara aku terus istighfar plus merintih kesakitan.

Keadaan ini berlangsung sampai menjelang asar, kesadaranku mulai pulih perlahan walaupun terus meringis kesakitan. Namun lebih baik dari sebelumnya.
Kedatangan sahabatkupun masih bisa kurespon sadar, walaupun masih sering tertidur dengan sendirinya ditengah percakapan kami.

Malam harinya suster memberikan pereda nyeri lewat saluran anus, menyuntikkan antibiotik dan mengontrol tekanan darahku, masih normal.
Malam itu juga aku sudah diperbolehkan menggerakkan kakiku, sedikit miring kekanan dan ke kiri.

"Besok, Ibu sudah bisa belajar duduk kok. . "kata suster.

Sedikit heran sih, kok cepet banget. Bahkan pagi harinya infusku dan kateter sudah di cabut, agar aku bisa leluasa belajar duduk dan berjalan, hanya saja jarumnya masih dibiarkan menempel karena masih ada suntikan antibiotik dua kali lagi.

Benar juga , Hari jum'at pagi aku sudah bisa duduk dan mulai berjalan ke kamar mandi, karena mau tidak mau harus kulakukan, karena selang kateter sudah di cabut. Sempat sekali mengompol sih. . he he. . jalanku masih tertatih dan rasa nyeri akibat kateter yang membuatku terpaksa mengompol.

Sabtu kuhabiskan hanya untuk belajar duduk dan berjalan, kami mengira hari itu sudah diperbolehkan pulang, setidaknya di sore hari, ternyata tidak.
Ahad pagi barulah kami dipersilahkan pulang kerumah.

Alhamdulillah, akhirnya kulalui juga operasi ini, lancar dan tanpa kendala.
Tidak seseram yang kubayangkan sebelumnya, yang penting 2 buah  daging sebesar genggaman itu sudah pergi dari perutku. Diameternya 7 dan 8 cm.



Bagi sahabat yang masih takut, percayalah, dengan niat ingin sembuh, maka Insya Alloh prosesnya akan lancar seperti aku.
Jangan terlambat, karena jika pecah prosesnya akan lebih susah dan akibatnya akan jauh lebih menakutkan lagi.


Selasa, 18 Juli 2017

GALAU

Rasanya baru saja aku menikmati kebebasanku setelah terlepas dari monster Hipokalemia, jadwal operasi kini menanti kembali.
Ya Allah..
Alhamdulillah, aku sebenarnya ikhlas menerima ini semua. . he he, ikhlas kok ditulis.

Pelarianku ke ahli herbal ternyata sia-sia, kista coklat yang bercokol di permukaan ovariumku tak berubah , malah semakin membesar, selama kurang lebih 2 tahunan ini. Kata dokter ukurannya 8,3 cm dan 7,5 cm, Allahu Akbar. .

Jujur, aku sedikit berbeda menerima keputusan ini, tak terlalu shock, terlihat biasa saja,
Entah apa yang kupikirkan, pasrahkah, lelahkah, semoga aku benar-benar kuat menjalaninya.

Tidurku nyenyak setelah kuterima ultimatum harus naik meja operasi, namun aku menjadi terjaga semalaman karena tiba-tiba mimpiku dikejar orang gila beberapa hari yang lalu sedikit terbuka tabirnya.
Allah mengirimku pada seseorang baik yang tiba-tiba menawariku berhektar hektar kolam kosongnya untuk ku pakai eksperiment lobsterku, seperti mimpi disiang bolong!

Otakku terjaga, apa yang harus kulakukan dengan semua ini, hmmm, kembali semangatku bangkit, aku harus sehat dulu, demi mewujudkan mimpiku.

Dokter memintaku maksimal dalam dua minggu kedepan harus ada keputusan segera diambil tindakan, rencananya minggu ini, suami sudah mengatur jadwalnya, ragu-ragu.

Semenjak pulang lebaran, si mbak pembantuku tidak kembali, terus bagaimana dengan anakku? cuma itulah yang harus dipikirkan.
Sudah deal, kakak dan ayah akan cuti 2 hari, bergantian menjagaku nanti.
Ternyata, sampai hari ini jadwalnya tetap ragu- ragu.

Sebenarnya, mama gak ingin sakit lhoh. . biar kalian gak harus repot-repot.
Hiks, jujur aku sedih.

Tak ingin menambah kesedihanku kuputuskan mengurusi baby-baby lobsterku, mereka tidak akan terurus selama aku sakit.
Alhasil, beberapa kolam kinclong kembali, bak-bak dilantai ataspun sudah terisi sekitar 100 anakan usia 2 bulanan.

Besok, jika tidak jadi masuk kamar perawatan, giliran menata indukan bertelor dalam kandang nyamannya satu persatu.

Hiks, tahu nggak, sebenarnya aku sedikit kacau menjelang hari H operasi ini, beruntung dengan sedikit mengalihkan perhatian ke lobster, aku merasa baik-baik saja.

Mau besok atau besok minggu depannya lagi, tidak mengapa kok. .
Sepertinya aku siap, Insya Allah. .


MEMILIH

Ada yang memaksaku memahami nyeri ini
Dendam
Kesakitan yang sebenarnya ku anggap tiada
Ternyata ada

Sayang
Aku memilih sehat
Dengarlah
Pisau tak terlihat itu sudah lebih dulu menyayatku
Aku ingin terlelap
Tanpa sakit
Untungnya pisau nyata itu menjadi tak terlihat
Pilihanku, sakit