Selasa, 10 Mei 2011

PAK SYAMSUL

WISATA HATI ----------> part 10

Siang itu kami sedang makan di restoran, menu ŷanğ kuambil kukira daging asap, eh ternyata setelah kugigit rasanya gandum asap, eh panggang!

Kami bertemu dengan Pak Syamsul.

"Lho, Pak? Malam itu belok kemana?" tanyaku mengagetkan beliau.

"Masya Alloh...Jeng, ngapunten. Tak kiro ªku kuat, nyatane pisah karo rombongan jebule sengsoro!" jawabnya dengan logat jawa banget, beliau adalah rombongan asal Jogja.

"Lha njenengan kok bisa pisah bagaimana tho Pak?, saya nyari-nyari sampai selesai muter, Njenengan tetep nggak ada.." kata suamiku/

Kami bertiga dalam satu meja.

"Waah, Mas ..kulo muter sampe gempor, lha sampai bar subuh, Mas..nggoleki jalan nggak ketemu!"

He he.. Jadi teringat ªku ŷanğ juga thowaf subuh itu, mengitari masjidil haram, mencari gate 1.
Kasihan juga, seusia beliau dengan kaki ŷanğ bermasalah, pastinya perjuangan berat mendapatkan jalan keluar dari areal masjid seluas itu.

"Terus, kok akhirnya ketemu jalannya Pak? tanyaku penasaran.

"Kulo sholat Jeng, kalihan dungo... Alloh itu memang Maha Pengasih, Jeng..bar sholat kui, kok jadine lancar ketemu..Alhamdulillah.." jawabnya senang. Diwajahnya masih terlihat kelelahan.

Entah mengapa, beberapa kali Pak Syamsul mengalami 'sesuatu', saat itu secara kebetulan kami berada disitu.
Saat hilang dan sepakat sa'i, beliau sendirian duduk termangu menunggu rombongan ŷanğ tak jua menjemputnya, kamipun begitu.

Usai sholat di masjid, kami bermaksud langsung ke kamar. Kami menemukan Pak Syamsul sedang menunggu seseorang, wajahnya tampak bingung.

"Nunggu siapa Pak?" tanyaku

"Oalah Jeng, Mas.. Kulo nunut ke toilet ya?, saya nggak bawa kunci kamar, kan berempat, kuncinya cuma dua, jadi saya kadang ya tunggu-tungguan kalau mau masuk kamar.." katanya sedikit memelas.
Tentu saja dengan sukarela kami mempersilahkan Beliau. Sebenarnya kami berada satu lantai, hanya selisih tiga kamar sepertinya.

"Monggo Pak, silahkan.." aku mempersilahkannya..

Sejenak kami berlima mengobrol banyak, sambil menunggu kemungkinan teman sekamar bapak itu pulang dari masjid. kebetulan bapak mertuaku sama usianya dengan pak Syamsul.

Pak Syamsul berangkat berdua dengan istrinya, namun karena terdapat empat pasangan lansia ŷanğ sebaya, mereka berpisah kamar, memesan dua kamar berisi empat bed. Bapak-bapak sendiri dan ibu-ibu sendiri.

Saat bersiap-siap pulang ke Jakarta terjadi peristiwa lucu. Suamiku mengobrol bersama jama'ah pria di lobby hotel, diantaranya ada pak Syamsul juga.

Pak Syamsul berpeci hitam
.
Entah mengapa, saat semua bergegas chek out hotel, suamiku merasa tas ŷanğ dibawanya bukan tasnya.

"Ayolah..dibawa aja..toh nanti ketemu juga di bis..!" ªku takut ketinggalan rombongan.

Saat turun dari lift anakku buru-buru mengejar pak Syamsul.

"Iya Ma... Itu tasku..!" katanya yakin.

Duh.. padahal tas kami dua kali lebih berat dari tas beliau, kulihat dia berulangkali menaikkan tas kami ke pundaknya.

"Mbah!..Mbah!... itu tasku!" cegat anakku, mengagetkan si bapak.

"Lhoh Le...kok iso sih..!". Semua rombongan jadi tertawa melihat kejadian itu.

"Itu, tasnya Mbah dibawa ayahku!"

Suamiku sudah menunggu dibawah, dia hanya tersenyum saja melihat pak Syamsul ŷanğ serba salah.

"Kok iso tho Mas.. "

"Warnanya hampir sami Pak... Makanya kok tambah enteng tas saya.." jawab suamiku sambil menukar tasnya.

Sepanjang jalan jadinya kami sering mengobrol, sampai akhirnya kamipun berpisah di cengkareng. Rombongan si bapak transit menuju Jogja.

"Insya Allah nanti kita bisa ketemu lagi!"...

Tidak ada komentar: