Selasa, 03 Februari 2015

AKU SEMBUH DARI HIPOKALEMIA! #semoga ( bagian 2 )

Butuh waktu beberapa lama untuk memastikan,bahwa aku benar terbebas dari KSR dan Aldactone, 2 obat yang setia menemaniku melewati masa sulit di dera hipokalemia.
Setelah melewati 3 bulan ini barulah berani ku lanjut lagi ceritaku.

Sebelum lebaran tahun kemarin, beberapa kali aku kambuh, tiba-tiba lowbat, sesak nafas, jantung berdebar dan kram otot.
Naik mobil 3 sampai 4 jam sudah kram. Tukang pijit langgananku sudah pasti tiap minggu datang. Selain kram, seluruh uratku beberapa kali rasanya sakit jika disentuh.

Sendirian di rumah membuatku ketakutan, apalagi jika mendung, hujan dan petir. Kalau sedang puncaknya kambuh, ke kamar mandipun aku minta ditungguin. Sepertinya aku mau jatuh, dan merasa tenang jika ada orang didekatku.
Keadaan ini tentu saja merepotkan anak dan suami, ditambah lagi keberadaan si kecil yang masih sangat membutuhkan aku.

Suatu hari, aku mengalami kram otot dan gemetaran kembali, buru buru aku lari ke RS langgananku. Kedatanganku kali ini ke dr Saiful di sambut mimik yang kurang kusuka, bosan kali pak dokternya melihatku datang dan datang lagi tanpa bisa ditemukan penyebab kaliumku ngedrop.
Dengan muka serius beliau menyodorkan nama seorang dokter. dr Parlin, dia ada di RS Siloam Karawachi.
Tak begitu jauh sih dari rumah, setengah sampai sejam perjalanan. Menurutnya dr Parlin ini adalah dokter spesialis untuk kasus elektrolit tubuh.

Karena agak jauh, aku memutuskan mencari dokter yang sebidang dengan dr Parlin, aku mencari dokter spesialis endokrin di RS Eka Hospital, lumayan deket dari rumah, bisa terjangkau dengan ojek dan angkot, Perhitunganku adalah, jika sewaktu waktu aku kambuh, maka dengan mudah aku menjangkaunya.
Ternyata dokter yang kucari sudah pindah ke RS Bethsaida Serpong, agak jauhan sedikit,tapi lebih dekat daripada aku ke Karawachi
.
Aku bertemu dengan Dr Rohsismandoko, ternyata dia ada di Diabetes Centre, agak ragu sih, tapi ya sudahlah, dia kan juga specialis penyakit dalam, pikirku.
Aku menjalani beberapa test darah, USG dan CT Scan abdomen, hasilnya, tiroidku bermasalah, dan harus di biopsi untuk memastikan kebenarannya. Selain itu aku juga test hormon, lumayan mahal test ini, sekitar 2 jutaan, hasilnya pun menunggu sebulan. Darah yang diambil juga lumayan banyak, 5 tabung!, huiks. . serem ya. .
Lebih seram lagi ketika akhirnya hasil test keluar, aku harus menjalani operasi untuk mengangkat tyroidku yang mengandung sel ganas. Waduh!

Tarik ulur mulai kujalani, beruntung dr Rohsis begitu memahamiku, faktor  umur si kecil, waktu mendekati lebaran dan kesiapanku menjalani operasi itu yang coba kutawar kembali.

Sebulan, dua bulan kulewati dengan aman , Eutyrok 50 mg berikut vitamin saraf tepi tak boleh terlewatkan, juga KSR 1 tablet perhari.
Beberapa kali aku mengalami kram otot  dan kesemutan, dokter menyarankan aku mengkonsumsi minuman elektrolit jika mendesak.
Aku berjanji, sepulang lebaran aku menjalani operasi pengangkatan kelenjar tyroid. Beliau hanya tersenyum.
Dokter terbaik yang pernah kutemui.

Tingkat kekambuhanku kian hari meningkat,hingga aku kembali panik dan lari ke dr Saiful kembali, dokter terdekat dan paling mengerti kondisiku. Sapaannya benar sinis kali ini, "Ibu kok kembali lagi ke saya? tidak ada kemajuan jika Ibu berobat ke saya",
Kecerobohanku mengabaikan sarannya membuatnya jengkel kepadaku, "Maaf Dok"

Diantar suami aku mendatangi RS Siloam Karawachi, bertemu Prof. Dr.dr Parlindungan Siregar SpPD. KGH.
Lembar - lembar test awal RS lain  ditolak semua, aku wajib menjalani serangkaian test laboratorium di RS itu, MRI abdomen, Rontgen, test darah dll.
Hasilnya, ditemukan tumor jinak di ginjal kiriku dan kelenjar adrenal kiri.
Dokter menyebutkan, tumor adrenal kiri itulah yang menyebabkan kaliumku selalu drop, harus diangkat, jika aku ingin sembuh..

Ada satu test darah yang membuatku merinding sampai sekarang, test untuk hormon, pengambilan darahnya di urat nadi. rasanya seperti ditusuk jarum suntik biasa sih, namun setelah jarum dicabut uratnya menggelembung besar, rasanya seperti ditiup. Sakitnya juga terasa beda dan sesudahnya, area sekitar suntikan sedikit membengkak dan kebiruan. Kurang lebih 2 mingguan warna biru itu belum juga hilang. Baru sekali itu aku merasakan nadiku ditusuk jarum, jadi kebayang gimana ngerinya kalau orang bunuh diri dengan cara dipotong urat nadinya, he he..

Dua bulan kemudian.
Keputusan operasi belum juga kutentukan jadwalnya. Butuh kesiapan dan tentunya menunggu ada keluarga yang datang, bagaimanapun si Adek tidak boleh lagi ikut ke RS.
Biayanya juga lumayan mahal, kurang lebih membutuhkan sekitar 50 jutaan di RS itu.

Ada teman seorang dokter bedah urologi yang menyarankan aku pindah ke RSCM, disana dokternya lebih senior dan peralatannya lebih canggih, apalagi biayanya tentu bisa lebih murah lagi. Operasinya juga ada dua pilihan, bisa open langsung dan juga  laparoskopi. Menurut dia, aku lebih baik di RSCM.

Hm. . lagi-lagi aku menghabiskan waktu sebulan untuk menimbang keputusan. Dr Saiful kembali ku datangi tentunya wajahnyapun dipenuhi kejengkelan melihatku membuang- buang uang dan kesempatan kembali lagi pada Beliau.
Beliau tetap menyarankan aku menjalani operasi bedah open di RS Siloam dan dengan pengawasan dr Parlin berikut menjalani  semua tindakan yang disarankannya.
Aku lumayan tenang mendengar saran Beliau, bagaimanapun aku tak mau pusing dan tambah panik dengan memikirkan tindakan operasiku nanti.
Aku harus berani demi kesembuhanku sendiri, demi anakku dan suami.

Dengan mantap aku mendatangi dokter bedahku, Beliau adalah dr Boyke, Sp.U. Wajah kalem dan santunnya membuatku tenang ditangani oleh Beliau, Terus terang itu yang membuatku kuat.
Di banding dengan 2 kali operasiku sebelumnya, kali ini aku merasakan berbeda, aku lebih pasrah, tidak panik sama sekali, tensiku juga stabil. Padahal, ini yang aku khawatirkan dari awal.

Berdua saja kami di RS, sementara adik dijagain Eyangnya dan Tantenya. Inilah resikonya hidup di perantauan,

Operasi berjalan lancar selama 2 jam, Kata dokter, prosesnya sedikit rumit karena beberapa sel tumornya mulai menempel di paru-paru dan ginjal, namun secara keseluruhan proses operasi masih tergolong aman. Alhamdulillah.

Proses pemulihan berjalan normal, sekitar 5 hari. Obat-obatan perlahan dikurangi, terutama KSR, Pemasok kalium ke darahku ini semula harus kuminum 3 kali sehari. Jika terlambat sedikit saja tubuhku terasa melemah secara drastis, seperti HP  kehabisan baterai, nafas terengah-engah, kram otot dan jantung berdebar kencang.

Hari ke tiga pasca operasi pemakaian KSR dan Aldactone total dihentikan. Ada lagi obat yang selalu setia menemaniku, Amlodiphine, juga mulai dihentikan. Padahal aku meminumnya sejak 5 tahunan yang lalu. Tensiku dulu berkisar 140/100 jika tanpa obat.

Alhamdulillah, 3 bulan sudah aku melewati masa pemulihan, sekarang keadaanku mulai normal, Jika dulu selalu tergantung obat, sekarang praktis tanpa obat lagi. Dulu selalu berfikir ulang jika harus berlibur panjang, apalagi jika jarak tempuhnya panjang dan lama, sekarang tak masalah lagi. Dulu setiap 2 jam sekali aku harus makan, karena badanku selalu lemas, sekarang normal 3 kali sehari.
Selamat tinggal KSR, Aldactone,Amlodiphine, Oksican, Propolis, Jus Mengkudu, Dogan ijo, jus Melon dan Pisang raja.
Eh... untuk 3 makanan terakhir harus tetap dikonsumsi, asupan kalium harus tetap ada dalam porsi seperlunya.

Jika ada Sahabat yang memerlukan informasi lebih jelas, silahkan tinggalkan pesan, aku akan dengan senang hati membantu kalian, semoga kita selalu dalm lindunganNya, Aamiin. .