Selasa, 07 Juni 2011

Sharing di IIDN

Jadi grogi nih mau cerita pengalamanku mengajari anakku membaca...^.^
Bismillah... Sharing pengalaman itulah tujuannya.

Sempat disarankan menunda kelulusan TK!
Oh..anakku..!, apa ŷanğ salah?, Padahal kami, orang tuanya menganggapnya cerdas.
Semua teman sekelasnya sudah pandai membaca dan menulis, sementara anak saya hanya bisa menghafal huruf dan angka masing-masing 5. Dari a sampai e dan angka 1 sampai 5.
Berbagai cara sudah diterapkan, kami dan gurunya sering berdiskusi tentang hal ini. Dia pandai menceritakan khayalannya, terkadang keinginannya bercerita mengganggu jalannya pelajaran. Giliran membaca, dia tak mau melihat huruf huruf ŷanğ ada, fousnya ada di gambar, kemudian dia menceritakannya sesuai kemauannya sendiri.
Menulis juga begitu, titik-titik ŷanğ seharusnya dihubungkan menjadi sebuah angka atau huruf berubah menjadi gambar atau corat coret semaunya.
Kami memang tak memaksakannya bisa menulis dan membaca diusianya ŷanğ ke 5 tahun lebih itu. Kubiarkan dia dengan imajinasi dan kreatifitasnya. Buku-buku koleksi kami kebanyakan cergam dan cergam. Dia terbiasa membaca gambar, bukan tulisan.
Hasilnya, sampai lulus TK, ŷanğ bisa ditulisnya adalah 5 angka dan 5 huruf saja. Bagi kami orang tuanya tak masalah, namun bagi TKnya menjadi sedikit bermasalah.
Kami berunding, mengingat SD tujuan kami adalah SD unggulan di kota kami, saingannya adalah lulusan terpilih belasan TK disekitarnya. Kami terbiasa mendiskusikan sekolah pada anak, jika sekolah ŷanğ kami pilih ternyata tak disetujuinya, kami akan memberinya pilihan lain.
Ternyata SD ŷanğ dipilihnya adalah SD ŷanğ sama dengan pilihan kami, beberapa teman terdekatnya memilih sekolah itu, mereka tentu saja lulusan terbaik di TK-nya.

Perjanjian kami, orang tua, anakku dan kepala sekolah TK adalah jika anakku tak lolos test masuk SD itu, kami bersedia menunda kelulusannya tahun depan, toh usianya memang belum genap 6 tahun. Kemampuannya membaca dan menulisnya diperbaiki dalam setahun akan datang.
Hasilnya ternyata diluar dugaan kami, test masuk SD itu di-uji oleh team dari yayasan bekerja sama dengan psikolog Unair . Anakku dinyatakan lolos, bersama beberapa orang teman sekelasnya.
Kami tergelitik mengorek apa ŷanğ ditanyakan sewaktu test berlangsung, ternyata mereka disuruh menuliskan beberapa benda di dalam kelas, membaca tulisan di papan tulis, menjelaskan kegunaan beberapa benda dan alat sederhana, juga beberapa pertanyaan ŷanğ lain.
Tentu saja pada saat membaca dan menulis dia mengaku jujur bahwa dia belum bisa membaca dan menulis. Ku-akui dia percaya diri dalam hal ini.

Pernah juga dia menjadi salah satu team ŷanğ mewakili sekolah TK-nya ikut lomba baca tulis sekabupaten, hal ini juga dalam rangka menumbuhkan minatnya membaca dan menulis. Tentu saja hal ini sudah masuk skenario kami dan guru kelasnya. Hasilnya adalah seluruh jawaban test itu penuh berisi gambar dan tulisan sekenanya angka dan huruf ŷanğ dihafalnya. Dengar-dengar dari teman sebangkunya, jawaban dari no 1 sampai no 20, isi jawabannya adalah namanya sendiri, kebetulan sebelum berangkat saya sedikit memaksanya bisa menuliskan nama pendeknya 'Ihsan', Alhamdulillah.. Ternyata dia akhirnya bisa.
Tak ada sedikitpun rasa takut dan dengan rasa percaya diri dia tetap menunggu hasil juaranya diumumkan.

Setelah beberapa hari bersekolah, saya sempat memantaunya beberapa kali ke sekolah, sedikit khawatir dengan kemampuan baca tulisnya. Wali kelas hanya menyarankan menambah sedikit waktu belajar untuk dirinya, setengah jam setiap harinya.
Tak sampai dua bulan, giliran bu gurunya ŷanğ tak bisa membaca tulisan anak saya.. ^.^.. mirip tulisan seorang dokter!

Sekarang usianya sudah sepuluh tahun, prestasinya masih biasa-biasa saja, namun dia adalah guru komputer saya, tukang bengkel, pengawal pribadi dan navigator ayahnya jika memasuki kota Jakarta.

Ternyata selama ini sebenarnya dia sudah merekam semuanya di otaknya, kemauannya ŷanğ keras dan minatnya membaca tulisan belum tumbuh dari dirinya membuat dia tak tertarik sedikitpun.
Kami juga tak memaksakan dia bisa membaca dan menulis diusianya sebelum SD, semua kepanikan hanya karena melihat anak seusianya sudah bisa membaca dan menulis, sehingga seolah-olah dia sedikit beda. Padahal tidak, menurutku setiap anak memiliki keistimewaan, kepandaian mereka bukan terletak pada bisa tidaknya dia membaca dan menulis di usia balitanya.

Tidak ada komentar: