Rabu, 23 Desember 2009

Lelaki Buatku

silahkan menilai karakter mana yang sesuai dengan diri sendiri

Lelaki, sosok pendamping hidup yang Insya Allah kita berharap menjadi pasangan kita selamanya didunia ini. Naudzubillahi minDzalik bila lelaki kita ternyata bukan pasangan sehidup semati, sungguh jodoh, maut ada di tangan Allah, namun janji suci pernikahan terkadang tak sampai ke tujuan sucinya. Banyak hal yang menyebabkan suatu pernikahan kandas ditengah jalan, diantaranya karena karakter lelaki dan wanita yang tidak saling menghargai dan mengisi satu sama lain.
Bingung juga menentukan siapa lelaki yang pantas buat kita, maaf .. ini pembicaraan antar wanita, penilaian sepenuhnya terhadap lelaki berdasarkan cara pandang seorang wanita, sepenuhnya pula pembahasannya tak jauh dari penilaian penulis sendiri. Penilaian umum namun saya bahas sesuai dengan karakter yang saya miliki, hasilnya adalah tentunya sang suami tercinta.Bukan jaminan, tapi kalau kita saling menyadari, memahami satu sama lain maka Insya Allah dengan ijinNya akan menuju sakinah, mawaddah wa Rahmah.


Kriteria Umum yang lazim dan beredar dipasaran adalah bahwa Lelaki adalah sang pemimpin keluarga.
Pemegang tampuk kepemimpinan haruslah melalui tahapan seleksi, garis keturunan dan ada juga karena darurat. Kok darurat??, kalau proses seleksi didasarkan cinta belaka, bukan haknya wanita memilih, tapi dipilih. Namun melalui proses perkenalan (ta'aruf) peran keluarga sangatlah penting untuk menentukan apakah calon pemimpin adalah pilihan yang tepat bagi si wanita.
Garis keturunan, dalam istilah jawa disebut 'bibit' tampak apabila keluarga sudah saling mengenal satu sama lain. Menjadi jaminan awal bagi kelangsungan pernikahan, apalagi jelas2 sang calon pemimpin mewarisi bibit yang unggul dari keluarga besarnya.
Sungguh anak dapat menjadi ladang amal bagi orang tuanya apabila dapat menjadi penerus kebaikan keluarganya.
Dalam tahapan seleksi dan penentuan 'bibit' unggul tadi, adakalanya dalam perjalanan waktu menghadapi riak-riak kehidupan yang ini adalah Ujian keimanan kita dalam mengarungi bahtera rumah tangga. Banyak yang menganggap ini karena landasan iman yang kurang kuat, artinya orang yang dengan kadar seleksi dan dari 'bibit' yang unggul kemungkinannya jauh dari gagalnya menghadapi ujianNya.
Kehidupan berumah tangga amat kompleks, seseorang yang beriman bukan hanya menghadapi masalah keimanan dalam rumah tangganya, kalau basic pasangannya sepadan mungkin masih bisa diatasi dengan pemahaman Islam yang sama cara pandangnya. Kalau ada ketidak sepadanan sungguh ini bisa menjadi ladang ibadah, namun bisa juga menjadi ladang dosa. Kenapa demikian? kuncinya adalah 'sabar'. Kalau pandai-pandai bersabar, surga menanti, tapi kalau kesabaran menjadi durhaka, aniaya, apakah tetap menjadi ladang ibadah?..
Karakter pemimpin menurut teori adalah sosok laki2 yang tegas, berwibawa, pinter, berwawasan luas dan bijak.
Memimpin bukan tugas sederhana lagi kalau makhluk yang dipimpinnya bukan yang diharapkan menjadi makmum bagi sang Imam. Bagaimana menjadikan kita dianggap pemimpin jika ternyata image yang kita tunjukkan jauh dari karakter pemimpin.
Dalam sebuah keluarga yang "berbeda" bisa saja karakter sang Imam tak begitu menonjol karena faktor image di atas. kalau hal itu terjadi, kembali lagi penilaiannya adalah menurut kita sendiri. Apakah lelaki kita sosok pemimpin keluarga yang anggotanya adalah kita sendiri dan anak2 kita. Apakah cara kepemimpinannya sesuai dengan penerimaan kita.Siapkah kita menjadi makmum sang Imam ??.
Penyesuaian karakter yang berbeda membutuhkan perjalanan yang teramat panjang, padahal peran masing2 sudah dituntut dimulai Ijab Qobul di ikrarkan. Perjalanan panjang penyesuaian menjadi ujian bagi masing masing pelakunya, adakah sang Imam memenuhi kriteria Pemimpin bagi sang istri ?, apakah sang imam juga berhasil menjadi pemimpin bagi istri berikut anaknya ?..
Ujian berlangsung sepanjang waktu, pasang surut itulah iramanya, terasa indah kalau berhasil melaluinya, menjadi kenangan yang tak terlupakan. mengikatkan hati dan saling menguatkan.
Namun jika perjalanan hanya sampai hitungan waktu, semua mimpi indah dan kenangan manis musnah seketika.
Dua pilihan klasik tentunya, berhasil sampai tujuan atau gugur ditengah perjalanan?
Alloh yang paling mengetahui teka-teki ini.
Ada teori sederhana yang bisa saya garis bawahi di point ini ; bahwa menjadi lelaki apapun karakter yang tetap menjadi pribadinya adalah benar sang Imam dalam keluarga, sedangkan Istri adalah makmumnya. Perbedaan hanya dapat menjadi ajang penyesuaian satu sama lain, bukan perubahan. Merubah dan menetapkan sesuatu adalah kehendak Alloh. Jadi banyak-banyaklah memohon hanya pada Alloh tentang apa saja yang ingin kita perbaharui. Namun perlu di ingat, menuntut pasangan harus diimbangi penyesuaian tuntutan mereka terhadap diri kita sendiri.
Sanggupkah kita memenuhi tuntutan mereka juga ??
Bagi seorang Istri, menjadi pilihan pendamping sang suami yang sukses adalah penghargaan bahwa ternyata berkat dukungan kita mereka menjadi orang yang berhasil dibidangnya.
Sesungguhnya manusia diciptakan berpasangan, satu dengan yang lainnya saling melengkapi, kelebihan dan kekurangan menjadi hikmah diantara keduanya
Pilihan ada pada kita untuk membawa bahtera rumah tangga menjadi impian awal kita membangunnya.
Semoga bermanfaat..

3 komentar:

Anonim mengatakan...

Wo... suamiku adalah lelakiku..

Anita binti Urfan mengatakan...

mba Yuyun, sharing yang bagus...Tks,
Kalau suamiku...adalah lelaki akhir zaman yang berjuang untuk mejadi suami sholeh

R. Wahyu mengatakan...

Trimakasih dah mampir mbak Anita...baru tahu ada jejak njenengan...
Idem mbak....sedang berjuang juga, mg2 keluarga kita jadi SaMaRa ya mbak...