Rabu, 24 November 2010

Belajar

Aku belajar diam dari banyaknya bicara..
Aku terlahir mungkin cerewet, masih wajar karena aku seorang perempuan, berambut ikal pula.
Sedari kecil mungkin banyak celotehku yang membosankan, karena lawanku bicara adalah orang dewasa, mungkin Bapak Ibuku sendiri. Setidaknya aku merasakan sekarang setelah aku dikaruniai anak yang mewarisiku sedikit cerewet menurutku.
Tapi dari banyaknya bicara pasti banyak yang aku dapat,karena pertanyaanku sewaktu kecil pasti wujud keingintahuanku tentang apa yang menurutku menarik.Itu banyaknya bicara yang paling membahagiakan orang tua.
Sekarang, aku merasakan bahwa banyak bicara ternyata memuakkan, itu menurutku setelah berhadapan sendiri dengan orang yang banyak bicara. Semoga orang tak begitu banget mencerca aku yang alumni banyak bicara ini.
"Barang siapa yang banyak bicaranya, banyak pula kesalahannya. Barang siapa yang banyak kesalahannya, banyak pula dosanya. Dan barang siapa yang banyak dosanya, maka api neraka lebih utama untuknya .          ( HR. Tabrani )

Aku belajar sabar dari banyaknya kemarahan..
Mungkin karena kemarahanku yang begitu banyak,maka aku memutuskan untuk balik arah menghadapinya, menjadi penyabar.
Bukan tanpa alasan , namun dengan bersabar aku ingin bertahan, ingin menemukan jalan meredam kemarahanku sekaligus menyadarkanku, "Orang tak akan berubah oleh dirimu, kaulah yang harus menyesuaikan diri".
Aku menyesuaikan diri dengan menjadi sabar.

Aku belajar mengalah dari banyaknya keegoisan..
Egois, menjadi sifatku sedari kecil, tak bisa disalahkan jika kemudian aku berada dilingkungan yang egois pula.
Bukan sifat cela menurutku, justru sifat itu menunjukkan orang yang tak mudah goyah oleh tekanan pihak manapun.
Namun posisiku menjadi susah, jika dalam keluarga kecilku masing2 tumbuh sifat turunan itu.
Karena lelah, aku mengambil langkah jitu untuk belajar mengalah, bukan benar2 mengalah ,karena aku juga tetap tak mau mengalah.
Aku hanya ingin menahan egoku untuk mendengarkan dulu, mencermati dan mendiskusikannya kemudian.
Aku sudah mengalah untuk mengurangi porsiku berbicara dominan.
Tentu...dari sekian banyak keegoisanku aku akan belajar mengalah dengan mulai mendengarkanmu..

Aku belajar menangis dari kebahagiaan...
 Aku tak ingin disebut kurang bersyukur dengan yang aku punya, dari awal terlahir tak pernah aku merasakan sengsara, kecuali satu , saat aku pernah merasakan jatuh cinta.
Keakrabanku dengan kehidupan yang serba cukup menurutku, tak membuat aku merasa kurang, merasa sengsara. Kalau pandai bersyukur, tak ada nikmat yang terasa kurang.
Itulah makanya aku tak pandai menangisi hidup, aku menjadi orang yang tegar ditengah pertarungan hidupku.
Namun saat bahagiaku datang aku menjadi tau bahwa sebenarnya ada banyak air mataku tertahan disana , Karena sedang bahagia, aku tak malu lagi menangis, menangis karena bersyukur, aku sudah bisa melaluinya..

Aku belajar tegar dari kehilangan...
Saat masih belum merasakan sebuah kehilangan, tak ada yang tau seberapa kuat kita menerimanya.
Namun jujur aku mengatakan aku tak ingin kehilangan lagi.
Kesadaranku bahwa hidup adalah teka teki Illahi, menjadikanku mengerti, aku harus bersiap diri menghadapi apapun, kapanpun.
Dari kehilangan, aku belajar lebih dari sekedar tegar, aku mendapati pelajaran menghargai cinta, kesetiaan, kesempatan dan mensyukuri hidupku.

Akhirnya aku ingin mengatakan bahwa Aku adalah orang yang paling berbahagia, tidak selalu punya sesuatu yang terbaik, namun aku akan berusaha menjadikan apa saja yang hadir dalam hidupku menjadi yang terbaik.

Tidak ada komentar: