Senin, 22 Maret 2010

Percayai Aku

Cerita ini adalah nyata, dari rasa yang timbul setelahnya, membuat banyak pikirku bertanya, celah yang manakah yang harus aku pelajari, silahkan menilainya dan mengambil hikmahnya.
Saat itu usia anakku masih 5 tahun 8 bulan. Belum genap 6 tahun untuk siap memasuki persaingan masuk sekolah SD Muhammadiyah 1 Sidoarjo, kala itu SD tersebut menjadi salah satu SD favorit di Sidoarjo.Itu adalah ancang2ku untuk sibuah hati, tanpa paksaan tentunya, dia menentukan pilihan sendiri dari 3 pilihan yang aku tawarkan.Alasannya, banyak teman2 TK nya dulu yang sekolah disitu, halamannya lumayan luas dan sepertinya penghuninya ramah2. Kalau versiku, sekolah itu memang layak diplih, memang itulah pilihanku, untunglah gayung bersambut mulus.
Sebelum kelulusan TK, ada perlombaan yang harus diikuti, tak ada kaitannya dengan penerimaan SD, hanya kompetisi biasa.Lomba baca tulis antar TK, menuju sekolah pilihan.

Sebenarnya oke2 saja anakku ikut, tapi, masalahnya dia belum bisa baca tulis! waduh, teman se grupnya semua sudah bisa. Berbekal rasa percaya diri itu, aku tak sampai hati menolaknya. Dari sederet huruf dan angka, dia masih hafal maksimal 5 angka dan huruf, kalau untuk menyalin masih lumayan bisa walaupun dengan model yang ala kadarnya. Jangan tuduh mamanya tidak pernah mengajarinya, sampai habis suaraku menjelang semester akhir kelulusan TK, bagaimana kalau anakku ternyata tidak lulus TK? padahal SD telah dia tunjuk dengan senangnya. Bagaimana kalau sampai masuk SD dan setelahnya tetap tidak bisa menulis dan membaca? padahal SD pilihannya adalah ajang rebutan para lulusan TK yang tentunya sudah mahir membaca komik, walaupun masih banyak gambar daripada teksnya.
Aku melihatnya semangat malam itu, besok adalah lomba baca tulisnya, aku sedikit membesarkan hati dengan mengajarinya menuliskan sederet namanya, itu adalah tiketnya agar bisa dinilai, ujarku. Jadilah semalaman dia belajar menuliskan namanya. Tempatnya biasanya ada dipojok kanan, ada nama, ada nomer, dan nama sekolah. Cukuplah baginya nama dan nomer aja, saranku.Alangkah berat baginya kalau harus menuliskan nama sekolahnya.
Nanti soal2nyapun pasti mirip soal2 waktu di TK, penuh gambar dan tinggal centang, begitu aku mengajarinya.Tak akan banyak tuntutan untuk lomba seusianya, harapku dengan pasti.
Saat lomba, ada grup2 kecil terbagi, kelompoknya ada 10 anak, terbagi menjadi 3 kelas, untungnya dia berada satu kelas dengan sikembar Hima dan Hani namanya, temannya bercanda akrab biasanya dikelas. mondar mandir aku mengintipnya dari jendela, begitupun orang tua yang lain. Aku liat Hani sudah rampung mengerjakan so'al2nya, maklum mereka adalah sikembar yang pandai dikelas.Mereka duduk mendekati anakku, mengajak bercengkrama maksudnya, namun aku lihat wajah jagoanku masih tegang, belum selesai rupanya.
Dengan riang dan lucu Hani keluar ruangan karena tak mendapati wajah jenaka anakku seperti biasanya, aku hampiri dan tanya sedikit tentang anakku, tanpa ekspresi macam2 Hani berceloteh;"Wah Tante, jawaban Caca itu semua sama, "Auliyaul Ihsan".
Agak memerah mukaku mendengarnya, namun tanpa ekspresi berlebih juga aku menjawabnya;" Bagus dong Han, Caca sekarang sudah bisa menuliskan namanya...". Aku perjelas tanyaku pelan, maksud Hani gimana, kok bisa sama semua??" Jawab Hani juga terdengan riang tanpa beban; " Dari mulai Nama, jawaban so'al no 1 sampai selesai jawabannya Auliya'ul Ihsan semua Te....sampai capek katanya nulisnya...". Senyum lebarku mengembang, Subhanalloh, anakku memang jagoan..
Setelah waktu habis, anakku sukses menyelesaikan seluruh so'alnya, begitu laporannya padaku, Jempol banget dah anak mama, pujiku."Tinggal menunggu hasilnya ya, siapa tau jadi juara, harapnya, begitupun harapan kecilku.
Aku berharap guru yang menjadi jurinya tak memandang sebelah mata hasil lombanya kali ini, kalau dia tahu, perjuangannya untuk lomba ini begitu berat dan menghasilhkan sesuatu yang besar, dia telah berhasil menuliskan namanya sendiri.
Dengan sedikit mempercayainya bahwa dia akan bisa, ternyata tidaklah sia sia..
Dia juga dinyatakan lolos batasan IQ standart test yang dipakai penerimaan masuk SD pilihannya.
Alhamdulillah, kau adalah juara, selalu juara buat mama..

Tidak ada komentar: