Rabu, 15 Februari 2012

Hipokalemia 2

Belum sempat ªku berganti pakaian, keluar darah segar dari mulutku, warnanya sedikit kehitaman, ada ŷanğ menggumpal seperti agar-agar.
Kuperiksa di kaca, sepertinya darah itu mengalir dari sela-sela gigiku bagian atas.

ªku merasakannya mengucur deras, beberapa kali ku ludahkan gumpalan darah segar itu, semakin lama kesadaranku mulai terasa melayang.

Tak mau menunggu lama, kusambar dompet dan hp, ªku segera berlari ke klinik belakang rumahku. Masih sempat ku tulis bbm ke suami " Ayah, mama rasanya mau pingsan, abis ini mau ke dokter, jangan sms lagi."

Sampai di klinik, hanya ada Mas dan Mbak penjaga apotik ŷanğ sudah ku kenal, "Mbak, ada dokter?"

"Sudah pulang jam 12 tadi Bu, kenapa?"

"ªku mau pingsan, bisa minta tolong Ώğgαk panggilkan dokter..?!" kataku lemas.

"Ibu harus ditensi dulu, masih jam 5 sore nanti dokternya datang.." mbaknya sedikit bingung, dia mendatangi temannya,

"Mas anterin Ibu dong, kasihan nanti kalau pingsan disini.."

Dengan membonceng sepeda motor, kami menuju RS Putra Dalima terdekat, dengan perkiraan ada dokter jaga disitu.

Memang benar ada seorang dokter jaga, اَلْحَمْدُلِلّهِ .. lega rasanya. ªku menguatkan diri tetap sadar sepenuhnya sambil berulang kali meludahkan gumpalan-gumpalan darah ke toilet.

Mungkin karena ªku terlihat sehat masih bisa bolak balik ke toilet, dokter dan perawat mengacuhkanku, sesekali berkata "Sabar ya Bu.. Dokter masih menangani pasien gawat darurat.."

Dengan lemas ªku mengangguk kesal. Baru setelah ªku terlihat pucat dan mulai bosan ke toilet, ªku meminta tisue dan mangkuk kecil untuk membuang darah dari mulutku. Melihat banyaknya darah ŷanğ mengalir, dokter ŷanğ melihatku mulai panik. Waduuuh.. semakin ªku kesal, rasanya darah ŷanğ mengalir seperti air kran.

Segera dokter menanyaiku ihwal pendarahan di mulutku, ku jelaskan detail kejadiannya, dari awal ªku lupa meminum obat hypertensi, kecemasan, kesemutan dan degup jantungku ŷanğ kencang.

Dokter membersihkan mulutku, memeriksa asal darah mengucur. Ternyata dari gusi bagian belakang, bawah. Aneh, ªku justru merasakan darah mengucur dari gusi bagian atas.

Melihat banyaknya darah ŷanğ terus mengalir, ªku di injeksi untuk menghentikan pendarahan sampai mendapatkan pertolongan berikutnya, gusiku harus dijahit segera!
dokter terlebih dulu memberiku obat hypertensi, setelah diukur tekananku mencapai 160/100.

Beberapa kali suamiku telepon menanyakan keadaanku, dia sudah dalam perjalanan pulang. ªku menyarankan mengecek anaknya dulu, bagaimanapun ªku mengkhawatirkan keadaannya.
Ku katakan, "Mama mau ke RS lain, dokternya Ώğgαk bisa nangani!"

Setelah menggigit tampon gusi ŷanğ diberikan perawat, ªku menyempatkan diri sholat asar dulu, mumpung pendarahannya tertahan sementara.

Perawat memesan taksi untukku, berbekal surat pengantar dari dokter jaga, ªku disarankan ke RS khusus THT, dengan maksud ada dokter gigi disitu, gusiku harus segera di jahit.

Sebenarnya apa kaitannya dengan hypertensiku, dengan degup jantung, dengan kesemutan dan berakhir dengan pendarahan gusi? Kok ªku harus ke RS THT..??. Banyak ŷanğ ingin kutanyakan, namun mulut dengan tampon ŷanğ penuh darah membuatku tak bisa bertanya banyak, ªku menurut menuju ke RS proklamasi khusus bedah THT, Kepala dan Leher.

Rupanya dokternya masih setengah jam lagi, ªku menurut dan duduk lemas di ruang tunggu. Masih saja terpikir olehku, jika ªku harus di jahit, biasanya diberi obat bius, dan biasanya ªku akan ditanya "Sudah makan atau belum?"
Wedew.. Ini karena tiba-tiba perutku mulai menyadari bahwa ªku lapar!

Beruntung suamiku sudah hampir sampai ke RS, ªku memintanya menjemput anakku dulu sambil ku minta membelikanku minuman susu atau ŷanğ lainnya, minimal perutku harus terisi. Duh, mungkin ªku sudah merasakan efek obat ŷanğ kuminum, kesadaranku mulai normal..^.^.

"Kenapa Ma?" tanya anakku, "Ku kira masih jalan jalan sama tante, kok kata ayah Mama di RS?"

Belum puas dia melanjutkan, "Mama, Mama.. Gusi berdarah aja kok sampai di bawa ke RS.." dia sedikit meledekku.

Tepat setengah jam kemudian, perawat menyuruhku memasuki ruangan dokter gigi. Dokternya masih seumuran denganku, cantik dan ramah. Dia menanyakan ihwal pendarahanku, dia juga memeriksa mulut dan kondisi lukaku.
Benar juga, dokter gigi tak mau ambil resiko melihat hypertensiku, dia menyarankan untuk menemui dokter ahli penyakit dalam dulu sebelum mengambil keputusan merawat gigi dan gusiku.

Di RS itu petugas labnya masih bertugas, dokter menyarankan ªku test darah dulu, baru menemui dokter ahli. Sedikit ketakutan juga mendengar test darah, selama ini sering kudengar anjuran itu, mengingat hypertensi ŷanğ ku alami sudah berlangsung lama, tak jarang angka 106, 108, 100 adalah nilai diatolisnya.

Karena sudah harus kulakukan, kuanggukkan kepala juga akhirnya menjalani test itu, ternyata rasanya biasa saja, seperti disuntik agak lama, wew.. malu ϑªђ..

Menunggu sekitar satu jam lebih, kuputuskan pulang terlebih dulu karena anakku besok ulangan harian. ªku ingin tiduran, rasanya masih lemas, antara lemas beneran atau mungkin kelaparan juga.

"Kita langsung ke dokter aja nanti Ma, kita cari dokter ŷanğ praktek, sekalian.."

Benar juga, mumpung sudah ada hasil test darahnya.
Akhirnya kami bertiga keluar lagi mengambil hasil lab dan keliling mencari dokter internis ŷanğ praktek.
Lama berputar-putar tak jua kami temukan, kami ragu-ragu memilih antara RS Medika atau Eka hospital.
Kupilih RS Medika, ternyata ada dokter internis ŷanğ sedang praktek.

Kami menunggu lama sekali, anakku sudah terlihat mengantuk sekali, mulai rewel karena kelaparan. Jam sudah hampir di angka 22.00. Dokter sedang visit pasien, kata perawat.
Tinggal kami bertiga di poliklinik tersebut dan dua orang perawat jaga, lampu sudah banyak ŷanğ dipadamkan.
Suamiku bergegas membeli beberapa minuman kaleng dan roti.

Tak brapa lama dokternya muncul, dia memeriksa hasil lab ŷanğ kubawa, "Hanya ini hasil labnya? Kok kaliumnya bisa serendah ini?, coba dipriksa dulu..!"

ªku di periksa seperti dokter biasa memeriksaku, "Tarik nafas..." dokter menempelkan stetoskop di dada depan dan belakang. "Lihat matanya.."

"Angkat lehernya..!" dia memeriksa bagian samping kanan, kiri leher dibawah rahangku.

"Duduk ya!, angkat dua tangannya ke depan, telapaknya dibuka..!" dia meletakkan selembar kertas di atas tapak tanganku, mengamatinya sebentar dan .. "Sudah!"

"Bapak.." dokter menatap suamiku, "Ibu di rawat ya?"

Suamiku menatap wajahku ŷanğ mulai ketakutan, "Kalau perlu Ώğgαk apa-apa di rawat, Dok" katanya mulai khawatir juga.

"Kaliumnya drop, itu ŷanğ membuat lemas dan berdebar-debar, sepertinya ada infeksi, tapi Ώğgαk tau dari mana asal infeksinya, sambil di rawat kita cari sumbernya..oke..!" nadanya setengah memaksa.

Tak ada pilihan, rasanya tubuhku juga kehilangan kekuatannya, rasa cemas dan deg-degan juga masih menghantuiku, bagaimana jika nanti dirumah ªku tidak bisa tenang. Kejadian tengah hari tadi benar-benar membuatku ketakutan.


***bersambung...

Tidak ada komentar: